Untuk pertama kalinya saya langsung jatuh cinta pada seseorang pada pandangan pertama. Saya kasmaran dengan bahasa tubuhnya, mencintai pemikiran dan tetek bengeknya. Saya benar-benar jatuh cinta, setiap inci kepalanya sempurna menginspirasi hidup saya. Namanya Gie, Soe Hok Gie. Rasanya sangat hebat memiliki pemikiran yang begitu ideal dan sempurna meng-cover jiwa muda yang meletup dengan idealisme itu. Jiwa pembaharu yang dimilikinya benar-benar sanggup menarik simpatiku. Sebuah sketsa mahasiswa tahun 66 yang begitu terbuka dan berani. Ia berhasil memulai langkah, mempelopori jalan untuk keterbukaan bertindak, kebebasan bersuara. Keberaniannya mencerca pemerintah, dan mengatakan tidak pada komunisme sungguh hebat. Bertindak demi terwujudnya sebuah ideologi murni yang berpihak pada rakyat. Ia, Soe atau Gie berhasil membuka gembok keterkungkungan yang telah sejak dahulu membungkam pemikiran-pemikiran hebat dari bangsa yang teraniaya.
Saya begitu salut saat penanya bergerak dan ribuan penyusup-penyusup kecil di otaknya mengalir, tanpa jeda. Setiap molekulnya menyatu dan bersenyawa dalam esai faktual yang begitu kritis. Orang-orang diluar sana menyebutnya adrenalin pemberontak tetapi aku lebih menyukai untuk menyebutnya sisi manusiawi manusia sebagai manusia. Berjuang dan menyuarakan kebenaran tanpa ada sekat atau klep setipis apapun. Murni pengharapan pada sebuah kepaduan tanpa tendensi apapun, sebuah keluwesan dan kejelian memandang suasana, walau kadang paradoks dan sedikit apatis. Tetapi aku sangat terkesan pada kepribadiannya yang dingin, teguh pendirian dan sikap manusiawinya ia sebagai manusia.
Mahasiswa!! Ia adalah tokoh mahasiswa hebat menurutku. Gie benar-benar makhluk berotak alien yang terdampar di masa silam Indonesia. Baginya tidak ada tuan atau budak, mayor atau minor, tapi hanya kepaduan. Ia egois, tapi aneh, saya justru mencintai keegoisannya dan menikmatinya.
Saya terkadang berpikir, ada begitu banyak manusia dan tidak segelintir darinya yang menobatkan diri sebagai mahasiswa. Dan sayapun demikian. Saya juga ternobatkan sebagai makhluk berlabel mahasiswa. Tidak bisa dipungkiri, adrenalin untuk berontak itu kuat, harapan memanusiawikan manusia. Sempurna dengan idealisme yang merakyat dan membawa identitas itu kemanapun. Selalu ada adrenalin yang menginginkan aku berada di garis depan, menyuarakan hal yang hakiki, menghancurkan kediktatoran waktu dan bereinkarnasi sebagai mahasiswa yang penuh idealisme.
Mungkin terlalu muluk dan rasanya sangat tidak terhormat jika hanya mampu berbicara tanpa bertindak. Kita mahasiswa, memiliki agenda yang telah dikontrak mati sejak dahulu, sejak sebelum Gie dan sahabat-sahabatnya, agar menjadi pemikir hebat yang bebas dari tendensi sekecil apapun, merdeka dalam idealisme merakyat. Bukan tanpa norma dan jauh dari koridor susila. Dengan begitu kita baru berhak berteriak “Selamat Datang Kebebasan!!!”
0 komentar:
Posting Komentar