Pada masa Reformasi, Majelis Permusyawaratan Mahasiswa menjadi salah satu penggerak mahasiswa untuk menuju perubahan. Memang tidak semua kampus mempunyai MPM. Kalaupun ada, peminatnya kemungkinan tak cukup banyak. Padahal, tidak ada salahnya aktif di MPM. Bahkan, banyak hal yang bisa didapatkan mahasiswa sepanjang mereka aktif di MPM.
Memang sayang sekali kalau pada masa perkuliahan mahasiswa hanya datang untuk kuliah. Banyak hal yang bisa dilakukan di kampus. Salah satu pilihannya adalah aktivitas organisasi di kampus, seperti bergabung bersama Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM).
Organisasi mahasiswa ini selalu diidentikkan dengan perjuangan mahasiswa untuk mengaspirasikan pendapatnya melalui berbagai media aspirasi, salah satunya demonstrasi. Namun, belakangan ini bisa dikatakan tak banyak mahasiswa yang memilih untuk menjadi bagian dari organisasi tertinggi lembaga kemahasiswaan di kampus. Alasannya bisa bermacam-macam.
Mahasiswa Jurusan Penangkapan Ikan, Sappewali yang sekarang menjadi Ketua MPM periode 2011-2012, mengatakan, pada saat ini kepengurusan sekarang, mereka melakukan persuratan kepada HMJ untuk dapat memberikan mandatir utusan sesuai dengan kouta masing-masing HMJ, namun alhasil kepengurusan MPM sekarang masih berjumlah 9 orang anggota.
Persyaratan untuk dapat bergabung di MPM, melalui tahapan yang sesuai dengan AD/ART lembaga kemahasiswaan periode 2010-2011 yang sampai sekarang masih dijadikan konstitusi acuan, yaitu dilakukan tes sceering, presentase materi keilmuan dan kemahasiswaan, dan tes wawancara. Dari tes tersebut, setiap mahasiswa yang mendaftarkan diri sesuai dengan mandatir akan diumumkan kelulusannya. Tes tersebut menjadi bukti bahwa mahasiswa itu menggunakan segala kemampuannya untuk menjadi pengurus MPM.
Segudang tugas
Jika keadaan ini akan berkepanjangan, hal ini akan berpengaruh besar terhadap kinerja MPM periode 2011-2012, dimana mereka harus menyimpulkan kepengurusannya, kemudian melakukan Musyawarah Besar lembaga kemahasiswaan untuk penggodokan AD/ART periode 2011-2012, dan juga menjadi panitia penyelenggara pemilihan presiden dan wakil presiden mahasiswa periode 2011-2012.
Pasalnya, sudah ada beberapa HMJ dan UKM atau hampir semua sedang menjalankan Musyawarah Besar (Mubes) di tingkat internal mereka, bahkan sudah ada HMJ yang memiliki ketua umum baru. Untuk itu, ada dalih yang menjadi masalah yaitu dikwatirkan AD/ART yang mereka godok tidak memiliki acuan baku, sebab AD/ART periode 2011-2012 belum dilaksanakan. Pemandangn ini belum terlihat sekarang, namun sudah terjadi pada periode sebelum saudara Sappewali menjadi ketua MPM, hal permasalahan pun sama seputar Musyawarah Besar.
Beban Moral
Konsekuensi aktivis MPM lumayan berat. Setidaknya, itu yang akan didirasakan pada elemen MPM. Mengapa tidak, keberadaan mereka dipandang menjadi perubahan untuk lembaga kemahasiswaan lainnya. Sehingga permasalahan sebelumnya dan sekarang bisa mereka segera atasi. Kemungkinan itu bisa muncul apabila mereka mempunyai pemahaman terhadap fungsi dan kedudukan MPM sebagai lembaga legislatif di tunjang juga dengan ikhtiar dan ketulusan untuk memberikan loyalitas tanpa batas terhadap beban moral yang diembannya.
Oleh karena itu, kehadiran pengurus MPM baru, bukan hanya menjadi pelanjut dari permasalahan lembaga kemahasiswaan Politani Pangkep, namun menjadi garda terdepan untuk perubahan yang nyata terhadap problematika yang terhadap di kubu legislatif.
Sukses selalu untuk mereka yang baru, dan mawas dirilah untuk mereka yang wajah lama. Majaelis Permusyawaratan Mahasiswa adalah lembaga milik kita bersama dan juga MPM adala lembaga legislatif, bukn lembaga yang sejajar dengan eksekutif. Walla’ huallam
0 komentar:
Posting Komentar