Sebelumnya Sebait kata Maaf akan terlontar dari lubang kekacauan sebuah lembaga, sebuah lembaga yang seharusnya menjadi pengayom, dan lembaga yang seharusnya dapat memberi seribu macam sudut pandang yang nantinya membawa kita keluar dari berbagai problematika masalah, baik itu masalah kemahasiswaan, Birokrasi ataupun terkhusus pada sebuah wacana lain.
Sepucuk surat ini saya buat dengan tujuan dapat menjawab secercah pertanyaan dari sejuta tanya yang meliit dalam sanubari kawan-kawan semua (civitas Akademika) tentang keberadaan sebuah lembaga yang mungkin kawan-kawan semua katakan hanya ada dalam tulisan sebuah nama atau ada hanya berbentuk fisik namun tak mempunyai Roh.
Peluh terhempas, keluh terlepas. Itulah sebuah harapan kami dengan sampainya sepucuk surat ini di hadapan kawan-kawan semua. Batin yang terpaut amarah ingin kami bebaskan, pemahaman kawan-kawan semua terhadap kami yang berada dalam belantara hutan masalah bak guratan tawa ditengah isak tangis mendera. Bagaimana tidak, sarat deburan masalah cukup membuat stress. Komitmen beberapa penanggungjawab layu & hilang ditengan prosesinya. Ketika deadline tak lagi menjadi sesuatu yang sakral, “dia” seakan terlantar.
Keresahan perlahan menyusupi relung hati. Amanah untuk menyuguhkan informasi kepada publik harus tetap ditunaikan. Desakan tanggungjawab moral itu mewajibkan kami yang tersisah terus mengayuh. Akhirnya, dengan asa yang tersisa, dan rasa tanggung jawab tinggi, resah itu sedikit kami ingin bayarkan walaupun dalam guratan langkahan yang sedikit tertatih-tatih.
Jildan kertas tergenggam di tangan. Sebatang Rokok menjadi teman dalam sebuah khayalan keindahan sebuah kebersamaan. “Maafkan saya Yang Tak Bisa Buat Kebersamaan dalam Ikatan Cinta Sebuah Lembaga kita”. Harapan besar saya terukir dalam sanubari yang bisa saudaraku pahami. Sejuta ungkapa kata Maaf akan terus terungkap dalam belantara resah yang terus menyusupi.
Langkahanmu.....
Harapanku......
Pimpinan Redaksi
0 komentar:
Posting Komentar